Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Gampong Riting yang memiliki kapasitas keakuratan data sejarah yang tinggi, dapat dijadikan bahan penelusuran sejarah bahwa sekitar tahun 1928-an, asal nama Gampong Riting sudah ada. Nama tersebut diadopsi dari kata \"Rhet-Trieng\" yang dalam Bahasa Indonesia berarti \\\\\\\"Jatuh Bambu\\\\\\\". Dengan demikian, terbentuklah nama Gampong Riting yang kita kenal saat ini. Meskipun asal nama ini sudah ada sejak tahun 1928-an, mengenai kapan tepatnya berdirinya Gampong Riting dan tahun berapa nama tersebut secara resmi diberikan, masih belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun, pengetahuan ini memberikan gambaran tentang sejarah dan asal-usul nama gampong ini yang penuh dengan nilai budaya dan lokalitas.
Tokoh masyarakat menyebutkan bahwa kisah jatuhnya bambu memiliki makna simbolis yang kuat bagi penduduk setempat, menggambarkan ketangguhan dan fleksibilitas mereka dalam menghadapi berbagai tantangan. Meski detail mengenai pendirian resmi Gampong Riting belum terungkap, masyarakat setempat terus menjaga dan menghormati warisan leluhur mereka. Seiring berjalannya waktu, Gampong Riting berkembang menjadi sebuah komunitas yang dinamis dengan tradisi yang kaya dan keragaman budaya yang memikat. Penduduknya masih menjalankan adat-istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjaga hubungan yang erat dengan alam dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, sejarah Gampong Riting bukan hanya tentang asal-usul namanya, tetapi juga tentang perjalanan panjang masyarakatnya dalam membangun dan menjaga identitas mereka. Hingga kini, Gampong Riting tetap menjadi simbol ketahanan dan semangat gotong royong yang tinggi, mencerminkan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh para pendahulu mereka.
Sejarah kepemimpinan Gampong Riting mencerminkan dinamika dan perubahan kehidupan masyarakatnya. Pada periode 1928 hingga 1960, di bawah kepemimpinan Chik Neh, gampong ini berada dalam keadaan kacau akibat penjajahan Belanda. Ketika Usman memimpin dari tahun 1960 hingga 1993, masyarakat masih mengalami kesulitan dan kehidupan yang tidak normal. Situasi mulai membaik saat Arjuna menjadi pemimpin pada periode 1993 hingga 1999, di mana gotong royong sangat diperlukan dalam pembangunan gampong. Namun, kondisi kembali tidak stabil selama masa kepemimpinan M. Jamal pada tahun 1999 hingga 2004 karena konflik. Ketika M. Jamal kembali memimpin pada tahun 2013 hingga 2020, kondisi berangsur membaik dengan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan yang berjalan normal. Pada periode 2020 hingga 2021, di bawah Pj. Hendra Saputra, pembangunan tetap berjalan baik. Dari tahun 2022 hingga saat ini, Zakaria melanjutkan upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dengan lancar, menciptakan stabilitas dan kemajuan. Perjalanan kepemimpinan ini menunjukkan bagaimana Gampong Riting terus berkembang dan beradaptasi menghadapi tantangan, dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berperan penting dalam memajukan gampong ini.
Gampong Riting memiliki potensi sumber daya alam yang sangat menjanjikan, dengan daerah daratan persawahan yang datar dan beragam potensi alam yang jika dikelola dengan baik dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. Secara umum, penduduk Gampong Riting terlibat dalam kegiatan pertanian, baik tanaman pangan maupun hortikultura, serta perkebunan dan peternakan seperti lembu, kambing, dan ayam. Selain itu, potensi sumber daya manusia di Gampong Riting juga sangat beragam, dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang baik. Hal ini disebabkan oleh lokasi gampong yang tidak jauh dari pusat pendidikan dan informasi, serta kedekatannya dengan ibu kota Provinsi Aceh. Berikut adalah data mengenai jenis mata pencaharian dan tingkat kesejahteraan masyarakat Gampong Riting, yang menggambarkan betapa kaya dan potensialnya gampong ini untuk berkembang lebih jauh lagi.